Senin, 30 Maret 2009

If Only I Could Choose My Destiny by My Self

Sering merasa sumpek, tinggal di daerah perkotaan yang padat kayak Jakarta. Yang tiap harinya menghirup udara ekstra emisi gas knalpot motor dan mobil yang jumlahnya jutaan! Dengan suhu yang kian hari kian memanas seperti halnya orang2 di jakarta yang semakin temperamental: stress oleh kejar2an waktu di antara jalanan yang super macet dan cuaca ekstrim.
Bangunan-bangunan tinggi kian tumbuh subur, menjulang menghalangi matahari, seiring dengan pertumbuhan industri yang merajalela, tentu saja dengan limbahnya!
Dan semakin hari sampah semakin menumpuk karena semakin banyak orang2 kehilangan moral dan membuangnya tanpa dosa di sungai! (sampah kok disambung2in ke moral? kalo memang bermoral, ya buanglah sampah di tempatnya!)
Dan bencana pun tak henti2nya datang silih berganti karena alam telah dibuat marah oleh manusia! kekeringan dan kebakaran di musim kemarau, banjir dan air bah di musim hujan, yang terakhir adalah jebolnya situ gintung di cirendeu, setelah itu apa lagi?

Kalau saja bisa memilih di mana dan kapan gue dihidupkan, gue pengen hidup di jaman di mana belum ada teknologi mesin, belum ada pestisida, belum ada bahan-bahan sintetis, belum ada makanan berpengawet, belum banyak gedung2 tinggi, belum ada kendaraan bermotor, belum ada banyak orang seperti sekarang...

Hanya ada gunung dan pohonnya yang rimbun, dan danaunya yang jernih, dan sungainya yang airnya bening dan bisa diminum langsung, yang ikannya melimpah.

Hanya ada pedesaan yang ladangnya tumbuh subur tanpa pestisida, yang udaranya bersih tanpa polusi, yang mengandalkan kerbau untuk membajak sawah, yang hanya tinggal memetik lalapan/bumbu dapur di kebun dan menjaring ikan di empang untuk makan, yang keseimbangan alamnya masih sangat terjaga, yang hanya ada kereta kuda untuk transportasi, tak ada gas CO/NO kecuali kotorannya yang bisa dijadikan pupuk kandang.

Hanya ada laut yang biru sejak dari pantainya, tanpa limbah minyak hitam, yang pasirnya bersih tanpa sampah, yang banyak hutan bakaunya dan pohon kelapanya, yang kaya ikannya dan tak ada eksploitasi pengeboran minyak bumi.

Yang seperti itu yang bisa membuat gue hidup tentram sampai ratusan tahun!

Hanya saja... kehidupan itu sudah jauh berlalu, sudah ratusan-ribuan tahun lalu. Dan Tuhan menentukan takdirku untuk hidup sejak tahun 1984 sampe sekarang, gue menerimanya walo dengan sisa-sisa idealisme gue berharap bahwa suatu saat nanti bumi bisa kembali membaik tanpa bencana, di mana manusia dan bumi saling menjaga dan mencintai, dan tercipta harmonisasi yang sangat baik antara manusia dengan bumi dan dengan Tuhan.

Will it comes?

1 komentar:

Ratusya mengatakan...

mampir & salam kenal sis. Jakartanya dikau dimanah? sayah dicikini.